Demikian disampaikan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow, ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (6/9/2013). Menurut Jeirry, prinsip DPT tidak bisa diubah-ubah dan harus dipegang KPU, mengaca pada pengalaman Pemilu 2009.
"Asumsinya, kalau DPT dibiarkan tetap, bisa berubah, meski terbatas seperti yang dikemukakan KPU, justru membuka potensi permainan atau pemanfaatan bagi memenangkan pemilu. Tentu itu dilakukan orang yang punya akses ke KPU," tutur Jeirry.
Menurutnya, DPT tak bisa diganggu gugat lagi, lantaran menjadi patokan untuk memastikan jumlah logistik yang dibutuhkan seperti surat suara, kotak suara, dan sebagainya. Penetapan DPT yang bersifat final juga untuk menutupi terjadinya kecurangan.
"Kalau KPU tetap membuka perubahan, sama artinya membuka kemungkinan terjadinya kecurangan DPT, karena potensi ke arah itu ada. Apalagi, kita punya pengalaman di pemilu lalu, dengan DPT yang tak pasti sampai detik terakhir menjelang hari H," paparnya.
Perlu juga diperhatikan oleh KPU, lanjut Jeirry, jika perubahan dilakukan pasca-penetapan DPT, apakah ada jaminan bakal tidak masuknya pemilih fiktif?
Sebab, pemilih fiktif terjadi dalam pemilu tingkat nasional maupun kepala daerah.
"Pemilih-pemilih fiktif, kalau dibiarkan terbuka koreksi setelah penetapan DPT, bisa juga tertukar. Jadi, kemungkinan untuk ditukar-ditukar juga terbuka. Makanya DPT harus tetap, salah satunya untuk menjamin tidak bisa ada manipulasi," imbaunya.
Untuk menyiasati jalan keluar yang harus ditempuh, usul Jeirry, KPU tidak usah malu mengubah tahapan publikasi DPT dengan mengundurnya.
Perpanjangan ini dioptimalisasikan untuk mengoreksi data pemilih ganda otentik sebanyak 1,8 juta, dan di bawah umur sebanyak 1,6 juta, yang terekam dalam Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP).
"Kalau sekarang belum bisa tetap, karena masih banyak kekurangan. KPU harus membuat target, kapan memastikan DPT betul-betul final. Jadi, harus dibuka kemungkinan untuk memerbaiki daftar pemilih sampai kurun waktu tertentu, misalnya satu atau dua bulan dari sekarang," bebernya.
Berapa waktu lalu, KPU mengakui dalam DPSHP masih ada 1,8 juta pemilih ganda identik, dan 1.6 juta pemilih di bawah umur. Dikhawatirkan, upaya membersihkan masalah ini tak kelar sebelum DPT ditetapkan pada 13 September 2013, di tingkat kabupaten/kota.
Karena itu, KPU berpandangan, walaupun DPT telah ditetapkan, ruang koreksi tetap bisa dilakukan jika nyatanya DPT masih ‘kotor’.
Alasan KPU membersihkan pemilih ganda identik dan pemilih di bawah umur, jika dibiarkan pasca-penetapan DPT, efek negatifnya lebih banyak. (*)
Sumber: Tribun
0 komentar:
Post a Comment