Bawaslu Banten
by Bawaslu Banten on Saturday, September 07, 2013
No comments
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menemukan kejanggalan dalam pencatatan pemilih Pemilu di sejumlah daerah. Ada puluhan ribu pemilih tercatat dengan keterangan identitas yang tak akurat.
"Kami akan cek, jangan sampai ada pemilih fiktif masuk ke dalam daftar," kata anggota Bawaslu Daniel Zuchron di kantornya, Rabu, 21 Agustus 201.
Bawaslu menyatakan telah menyisir setidaknya 1,7 juta orang yang tercatat di 10 ribu Tempat Pemungutan Suara di 16 provinsi berbeda. Temuannya, ada puluhan ribu pemilih tercatat dengan keterangan identitas yang janggal.
Setidaknya ada 20,2 ribu pemilih yang tercantum tanggal lahirnya tidak benar; 12,8 ribu orang usianya tidak benar; 6,8 ribu orang status perkawinannya tidak sesuai dengan yang sebenarnya; 5,3 ribu orang alamatnya tidak benar; 4,8 ribu orang tempat lahirnya tidak sesuai dengan keterangan si pemilih; 4,5 ribu orang namanya tidak sesuai; dan 3,1 ribu orang jenis kelaminnya tidak sesuai.
Badan Pengawas mengetahui data dalam Daftar Pemilih Sementara tidak akurat karena sudah menanyakan langsung kepada pemilih yang bersangkutan. "Mereka ditemui langsung oleh Panitia Pengawas Lapangan," ujarnya.
Tanggal lahir yang tidak akurat, kata Daniel, paling tinggi terjadi di Nusa Tenggara Barat. Sebanyak 11 persen kasus terjadi di sana. Daniel mengatakan, temuan ini merupakan potret sementara pemutakhiran pemilih.
Badan Pengawas belum mampu menyisir proses pemutakhiran di seluruh provinsi. Bawaslu pusat masih menunggu laporan dari pengawas di 17 provinsi lainnya. "Temuan bisa bertambah, bisa berkurang. Kalau ada yang diperbaiki tentu berkurang."
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai temuan Bawaslu belum optimal. Sebulan setelah Daftar Pemilih Sementara diumumkan, hasil penyisiran yang diumumkan baru dari 16 provinsi. "Bagaimana dengan pengawasan 17 provinsi lainnya," ujarnya.
Menurut Titi, seharusnya Badan Pengawas jujur dengan kendala yang dihadapinya. "Apakah memang ada kendala anggaran atau ada kendala lain, biar bisa dicarikan strategi mengatasinya," tutur dia.
"Kami akan cek, jangan sampai ada pemilih fiktif masuk ke dalam daftar," kata anggota Bawaslu Daniel Zuchron di kantornya, Rabu, 21 Agustus 201.
Bawaslu menyatakan telah menyisir setidaknya 1,7 juta orang yang tercatat di 10 ribu Tempat Pemungutan Suara di 16 provinsi berbeda. Temuannya, ada puluhan ribu pemilih tercatat dengan keterangan identitas yang janggal.
Setidaknya ada 20,2 ribu pemilih yang tercantum tanggal lahirnya tidak benar; 12,8 ribu orang usianya tidak benar; 6,8 ribu orang status perkawinannya tidak sesuai dengan yang sebenarnya; 5,3 ribu orang alamatnya tidak benar; 4,8 ribu orang tempat lahirnya tidak sesuai dengan keterangan si pemilih; 4,5 ribu orang namanya tidak sesuai; dan 3,1 ribu orang jenis kelaminnya tidak sesuai.
Badan Pengawas mengetahui data dalam Daftar Pemilih Sementara tidak akurat karena sudah menanyakan langsung kepada pemilih yang bersangkutan. "Mereka ditemui langsung oleh Panitia Pengawas Lapangan," ujarnya.
Tanggal lahir yang tidak akurat, kata Daniel, paling tinggi terjadi di Nusa Tenggara Barat. Sebanyak 11 persen kasus terjadi di sana. Daniel mengatakan, temuan ini merupakan potret sementara pemutakhiran pemilih.
Badan Pengawas belum mampu menyisir proses pemutakhiran di seluruh provinsi. Bawaslu pusat masih menunggu laporan dari pengawas di 17 provinsi lainnya. "Temuan bisa bertambah, bisa berkurang. Kalau ada yang diperbaiki tentu berkurang."
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai temuan Bawaslu belum optimal. Sebulan setelah Daftar Pemilih Sementara diumumkan, hasil penyisiran yang diumumkan baru dari 16 provinsi. "Bagaimana dengan pengawasan 17 provinsi lainnya," ujarnya.
Menurut Titi, seharusnya Badan Pengawas jujur dengan kendala yang dihadapinya. "Apakah memang ada kendala anggaran atau ada kendala lain, biar bisa dicarikan strategi mengatasinya," tutur dia.
by Bawaslu Banten on Saturday, September 07, 2013
No comments
TEMPO.CO, Jakarta -Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, Yusfitriadi, menilai daftar calon legislatif tetap (DCT) yang baru ditetapkan Komisi Pemilihan Umum berkualitas buruk. "Ternyata DCT tak terlalu berubah dari DCS yang sudah ditetapkan, masukan dari masyarakat ternyata tak jadi pertimbangan," kata Yusfitriadi, Jumat, 23 Agustus 2013.
Menurut Yusfitriadi, dilihat dari materi caleg yang lolos, dia pesimistis kualitas legislatif nantinya akan banyak berubah. Alasannya, 80 persen nama-nama dari daftar caleg tetap merupakan anggota DPR yang saat ini masih menjabat.
Buruknya kualitas DCT ini, kata Yusfitriadi, tak hanya disebabkan oleh kelemahan KPU. Partai politik juga berkontribusi besar dalam meloloskan caleg-caleg bermasalah. "Masalahnya partai politik tak punya niat baik untuk memperbaiki dan mendengar masukan masyarakat."
Sebelum ditetapkan sebagai DCT, sejumlah organisasi masyarakat telah mengajukan aduan pada KPU tentang kualitas caleg sementara yang diajukan partai. Indonesia Corruption Watch misalnya merilis setidaknya ada 36 nama caleg yang dinilai bermasalah karena terkait dengan kasus korupsi.
Laporan Koran Tempo edisi Senin, 15 April 2013, juga pernah menulis sedikitnya ada 19 calon legislatif yang pernah tersandung kasus korupsi. Namun kenyataannya, nama-nama mereka yang bermasalah ini tetap masuk dalam DCT. Bahkan beberapa ditetapkan dalam nomor urut pertama. Kemarin, KPU menetapkan sebanyak 6.608 orang lolos sebagai daftar calon tetap (DCT) DPR. Jumlah tersebut berasal dari 12 partai politik peserta pemilu dan bisa mengikuti rangkaian pemilu legislatif 2014. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, jumlah awal yang diajukan sebagai bacaleg sebanyak 6.566 orang. Pada masa perbaikan terjadi penambahan 75 orang menjadi 6.641. Pada masa penyusunan DCS Hasil Perbaikan (DCSHP) juga terjadi perubahan. Misalnya karena bakal caleg yang meninggal dunia, mundur, atau dilaporkan tidak memenuhi syarat oleh masyarakat.
Setelah dilakukan penggantian, KPU kemudian menyusun finalisasi untuk menetapkan DCT. Secara berurutan caleg yang lolos berasal dari Partai Nasdem sebanyak 559 caleg, Partai Kebangkitan Bangsa sebanyak 559 caleg, 492 dari Partai Keadilan Sejahtera. Sebanyak 560 orang dari PDI Perjuangan, 560 dari Partai Golkar, dan 557 dari Partai Gerindra, PAN sebanyak 560 orang, PPP 548, Partai Hanura 558, Partai Bulan Bintang (PBB) 556, dan PKPI 540 orang. Sedangkan caleg untuk DPRD tingkat provinsi dan kabupaten kota ditetapkan oleh KPU di setiap tingkatan daerah tersebut. Sesuai UU Nomor 8 tahun 2012 tentang pemilihan umum, tiga hari setelah ditetapkan, caleg bisa memulai melakukan kampanye sampai dimulainya masa tenang.
by Bawaslu Banten on Saturday, September 07, 2013
No comments
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wasekjen Golkar Nurul Arifin menilai positif aturan KPU mengenai pembatasan alat peraga. Hal itu memungkinkan adanya kesamaan antara caleg incumbent dan baru.
"Incumbent dituntut memperlihatkan pengalaman dalam mengumpulkan suara. Ujian bagi dia apakah konstituennya mengenal dia, karena seharusnya mengenal dan lebih mudah. Jadi ujian apakan mereka bekerja," kata Nurul di Jakarta, Kamis (5/9/2013).
Hal positif lainnya, kata Nurul, terkait efisiensi dana kampanye. Caleg dituntut efisien dalam mengeluarkan dana bagi alat peraga. Anggota komisi I DPR itu pun melihah peraturan tersebut memberikan pendidkan politik bagi pemilih. Caleg dituntut dikenal tidak hanya lewat gambar dan iklan tapi bertatap muka. "Tidak sepeti beli kucing dalam karung. Karena ada yang cuma modal besar, tidak turun ke lapangan tapi tunggu di perempatan," ujarnya.
Di tingkat kecamatan, ujar Nurul, partai harus membuat baliho untuk caleg. Partai harus bekerja dengan pemilu legislatif model suara terbanyak.
"Partai kehilangan semangat untuk bekerja karena diserahkan ke caleg. Partai hanya jadi kendaraan. Partai harus kontribusi untuk memasarkan caleg. Saya terus terang mendukung. Walau saya dikomplain kawan-kawan lain," katanya.
Menurut Nurul, keindahan kota penting dan tanaman punya hak hidup. "Jangan sedikit-sedikit dipaku. Sesuai prinsip hidup saya. Mendukung positif peraturan KPU," katanya.
Nurul pun menegaskan dirinya tidak mencetak baliho untuk berkampanye menyosialisasikan namanya kepada konstituen. "Saya tidak produksi satu baliho. Baliho mahal, cetaknya memang enggak mahal, masangnya mahal Rp500 ribu, belum lagi sewa tanah dan penjaga. Kalau saya bikin stiker. serahkannya secara door to door , izin dulu. Saya melakukan pendekatan personal. Itu saya suka. Turun ke bawah," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan KPU jakan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk penertiban alat peraga kampanye yang melanggar aturan tersebut.
Salah satu poin penting dalam revisi aturan kampanye tersebut yakni adanya ketentuan bahwa hanya partai politik yang dibolehkan memasang baliho, billboard, reklame, banner. Itupun hanya satu unit untuk satu desa/kelurahan atau sebutan lain.
Selain itu, bagi calon anggota DPR, DPD dan DPRD hanya dibolehkan memasang spanduk dengan ketentuan satu unit pada satu zona atau wilayah yang ditetapkan pemerintah daerah.
Subscribe to:
Posts (Atom)